Golongan putih alias Golput adalah kelompok atau sebagian masyarakat yang tidak menggunakan hak konstitusionalnya yaitu memberikan hak suara dalam pemilihan umum. Pemilu bisa legislatif atau juga pilkada dan pilpres.
Istilah
golput muncul pertama kali menjelang pemilu pertama zaman Orde Baru tahun 1971.
Pemrakarsa sikap untuk tidak memilih itu, antara lain Arief Budiman, Julius
Usman dan almarhum Imam Malujo Sumali. Langkah mereka didasari pada pandangan
bahwa aturan main berdemokrasi tidak ditegakkan, cenderung diinjak-injak
(Fadillah Putra ;2003 ; 104).
Golput
menurut Arif Budiman bukan sebuah organisasi tanpa pengurus tetapi hanya
merupakan pertemuan solidaritas (Arif Budiman). Sedangkan Arbi Sanit mengatakan
bahwa golput adalah gerakan protes politik yang didasarkan pada segenap problem
kebangsaan, sasaran protes dari dari gerakan golput adalah penyelenggaraan
pemilu.
Jadi
berdasarkan hal di atas, golput adalah mereka yang dengan sengaja dan dengan
suatu maksud dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara dalam pemilu.
Dengan demikian, orang-orang yang berhalangan hadir di Tempat Pemungutan Suara
(TPS) hanya karena alasan teknis, seperti jauhnya TPS atau terluput dari
pendaftaran, otomatis dikeluarkan dari kategori golput.
Eep
Saefulloh Fatah, mengklasifikasikan golput atas empat golongan.
Pertama,
golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (seperti
keluarga meninggal, ketiduran, dan lain-lain) berhalangan hadir ke tempat
pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan
tidak sah.
Kedua,
golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih
karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara
pemilu).
Ketiga,
golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang
tersedia atau tak percaya bahwa pemilu legislatif/pemilukada akan membawa perubahan
dan perbaikan.
Keempat,
golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi
(liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme
agama atau alasan politik-ideologi lain (dalam Hery M.N. Fathah).
Sedangkan
menurut Novel Ali (1999;22) di Indonesia terdapat dua kelompok golput
Pertama,
adalah kelompok golput awam. Yaitu mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya
bukan karena alasan politik, tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan
sebagainya. Kemampuan politik kelompok ini tidak sampai ke tingkat analisis,
melainkan hanya sampai tingkat deskriptif saja.
Kedua,
adalah kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak bersedia menggunakan
hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan politik. Misalnya tidak
puas dengan kualitas partai politik yang ada. Atau karena mereka menginginkan
adanya satu organisasi politik lain yang belum ada. dan berbagai
alasan lainnya. Kemampuan analisis politik mereka jauh lebih tinggi
dibandingkan golput awam. Golput pilihan ini memiliki kemampuan analisis
politik yang tidak cuma berada pada tingkat deskripsi saja, tapi juga pada
tingkat evaluasi.
Namun apapun alasan untuk menjadi GOLPUT, tetap golput adalah sebuah apatisme, sebuah pesimisme, sebuah ketidakpercayaan dan sebuah ketidakpedulian. Bagaimana bangsa dan negara akan bisa maju kalau kita tidak ikut menentukan, tidak ikut memilih, karena pilihan itu sangat menentukan siapa yang terpilih.
Golput bukan solusi terhadap kondisi bangsa yang sedang terpuruk, golput bukan solusi terhadap merajalelanya budaya korupsi, golput juga bukan solusi terhadap rendahnya kualitas kepemimpinan negara dan bangsa hari ini.
Ayo memilih, jangan Golput.
0 Response to "Golput Bukan Solusi Ayo Memilih"
Posting Komentar