Pilkada kota padang sudah memasuki tahpan akhir, yaitu penghitungan
suara oleh KPU. Penghitungan belum final, tetapi kesimpulan sementara
sudah bisa dibuat, yaitu pilkada Kota padang harus dua putaran, karena
dari sepuluh calon yang ikut bersaing tidak ada satupun yang mencapai
angka lebih dari tiga puluh persen seperti amanat undang-undang nomor
12 tahun 2008 pasal 107. Maka yang akan masuk putaran kedua pada bulan
desember (jika tidak ada sengketa pilkada yang dilaporkan ke MK),
adalah pasangan yang meraih suara terbanyak yaitu pasangan Mahyeldi
Emzalmi dan Deje.
Untuk memenangkan putaran kedua ini, sangt
diyakini bahwa “pertarungan” akan sangat sengit, karena pasangan
kandidat tinggal dua saja.Apa yang terjadi pada putaran pertama, pasti
akan dikaji dan dievaluasi secara cermat oleh masing-masing calon.
Mulai dari keunggulan dan kelemahan pasangan baik dari segi
performance, penampilan, gaya,prilaku, tgeknik retorikan gagasan ataupun
penguasaan masalah. Begitu juga dengan teknik kampanye dengan cara-cara
positif ataupun negative (black campain), serta kantong-kantong atau
peta suara baik pasangan, lawan, ataupun kandidat lain yang mungkin bisa
dipengaruhi/ditarik, karena kandidat yang bersangkutan tidak lagi masuk
pada putaran kedua.
Mermbaca hasil rekapan suara ditingkat
kecamatan yang sudah selesai pada pekan lalu, maka pertarungan perebutan
suara yang akan semakin seru dan sengit akan terjadi di tiga kecamatan,
yaitu kecamatan Koto Tangah, Padang Barat dan Luki. Secara jumlah
pemilih, maka Koto tangah adalah kecamatan terbesar, jika memakai hasil
pemungutan suara putaran pertama, maka yang akan menggunakan hak
suaranya kembali pada putaran kedua minimal sebesar 65.491 suara.
Sengitnya perebutan suara ini disebabkan bahwa pada putaran pertama
dimenangkan oleh calom Michel Jadi dengan raihan suara 16526 suara,
Mahyeldi-Emzalmi 16.264 suara disusul oleh Deje 11.339 suara dan sisanya
oleh pasangan lain. Tetapi Michel jadi tidak lagi ikut bertarung pada
putaran kedua ini. Jika Mahyeldi dan timnya bisa mempengaruhi pemilih
loyalis Michel maka secara sederhana mahyeldi akan menang telak di Koto
Tangah. Tetapi bisa jadi pada putaran kedua ini, issu putra daerah
dengan non putra daerah akan semakin kental, karena Mahyeldi bukan putra
daerah Koto Tangah, sementara Desri (walaupun lebih diterima oleh
masyarakat Luki), tetapi dia asli Koto Tangah.
Jika pada putaran pertama
issu ini dimainkan oleh Michel, maka pada putaran kedua issu ini bisa
dimainkan oleh tim Deje. Maka untuk mengimmbanginya tim mahyeldi harus
mampu meyakinkan pemilih bahwa putra daerah tidaklah jaminan untuk
kemajuan Kota Padang, karena contoh sudah ada sebelumnya. Kemudian juga
harus mampu mempertahankan suara sebelumnya, mendulang suara dari
pemilih tujuh kandidat sebelumnya yang berjumlah sekitar 19.297 suara
dan memecah suara pemilih lawan, tentunya dengan alas an yang logis dan
masuk akal bagi pemilih.
Jika di Koto Tangah sengitnya perebutan
suara karena issu kedaerahan, maka di Kecamatan Padang Barat akan
disebabkan oleh issu pasar dan dukungan masyarakat Pondok (non pribumi).
Dari sepeuluh calon yang bertraung pada putaran pertama dikethaui bahwa
semua nya ingin meraih simpati dan dukungan suara dari masyarakat dan
tokoh-tokoh pasar. Maka tidaklah mengherankan jika semua calon mendekati
para tokoh pasar dengan segala cara dan intriknya. Mulai dari hanya
sekedar basa basi, janji-janji manis, program yang logis, dan bahkan
sangat mengawang-awang. Bagi masyarakat dan tokoh pasar, tuntutan mereka
sebenarnya sangat sederhana, tetapi mungkin berat untuk direalisasikan
jika kandidat melihat pasar sebagai omset untuk mengembalikan dana
kampanye mereka.
Bagi orang pasar bagaimana semua persoalan mereka bisa
dieselesaikan sesuai dengan keinginan mereka. Disinilah benang merahnya,
jika kandidat yang datang menawarkan program pembenahan pasar tidak
sesuai dengan keinginan mereka, maka tentu hanya sekedar basa-basi
negeosiasinya. Apalagi jika program yang ditawarkan tidak jelas alias
ngambang. Dan kayaknya para kanddidat juga lupa bahwa tokoh-tokoh atau
masyarakat pasar itu tinggal dan memilih tidak di pasar, tetapi
dikecamatan/kelurahannya masing-masing, maka untuk memastikan apakah
orang pasar memilih atau tidak menjadi sulit untuk di ukur. Tetapi
mengharapkan orang pasar atau tokohnya sebagai penyambung informasi
mengkin bias diharapakan.
Berbicara tentang suara masyarakat pondok
mengalir kepada siapa?, maka ini sangat menarik untuk dibahas. Informasi
yang penulis dapatkan bahwa semua kandidat telah membangun komunikasi
secara intens dengan tokoh-tokoh pondok, baik dari grup HTT, HBT
ataupun yang lainnya. Tetapi yang berhasil meyakinkan tokoh dan
masyarakatnya ternyata adlah Deje, dibuktikan dengan perolehan suara
Deje di kelurahan Belakang Pondok, berok Nipah dan Kampung Jao. Di
belakang pondok Deje mampu mendulang suara sebesar 1.235 suara,
kemuaidian Michel Jadi 214 suara dan Mahyeldi cuma 174 suara dari 1.907
suara yang masuk. Ini artinya Deje atau timnya bagi masyarakat pondok
lebih bisa meyakinkan mereka, sehingga suara mereka bulat untuk Deje.
Tetapi dalam politik bagi komunitas tertentu, sebagaimana di Koto Tangah
issu kedaerahan menjadi sangat menarik, maka bagi masyarakat pondok di
Padang Barat juga menarik untuk dikaji. Jika janji yang diberikan oleh
kandidat adalah jaminan bisa hidup damai, sejajar dengan masyarakat
pribumi, maka penulis sangat yakin semua kandidat yang lain juga
menyampaikan hal yang sama, karena sejak ratusan tahun yang lalu
masyarakat pondok telah merasakannya. Mereka menguasai perekonomian di
Kota Padang, tetapi tidak diusik sama sekali oleh masyarakat pribumi
hingga hari ini. Lalu apa barangkali yang menjadi penyebab utama
masyarakat pondok memberikan suaranya secara penuh kepada Deje?
Berikut ini adalah analisa-analisa sederhana dan sangat mungkin
debatable, diataranya adalah : Pertama, Deje lebih meyakinkan bagi
mayasrakat pondok dalam hal program, atau janji-janji pembangunan,
investasi dan pengembangan pasar. Kebijakan apapun yang disepakati oleh
calon dengan tokoh pasar tetap saja akan membutuhkan biaya dan modal.
Maka siapa yang paling mungkin menyabetnya? Jawabannya adalah siapa yang
siap berinvestasi/memodali lebih awal dalam kampanye pilkada, karena
sejatinya tidak ada makan siang yang gratis dalam politik.
Sangat
mungkin Mahyeld atau timnya juga membangun kominikasi dengan tokoh-tokoh
pondok, tetapi bias jadi kalah cepat dari tim Deje, atau negosiasis
pembangunan dan investasi “belum” atau sama sekali tidak memberikan
keuntungan bagi masyarkat pondok. Jika ini yang terjadi, maka wajar jika
ditingkat elit ada komunikasi yang begitu intes antara kandidat dengan
tokoh pondok, tetapi mungkin hanya sekedar basa-basi, tetapi dengan Deje
atau timnya lebih dari sekedar basa- basi atau janji/mimpi. Kandidat
lain telah tebuai mimpi, tetapi kepastian sudah ada ditangan Deje, maka
terbelalaklah para mata pengamat dan kandidat ketika membaca hasil
pemilihan suara di TPS Belakang Pondok, Belakang Tangsi, kampuang Jao
(Padang Barat secara umum).
Kedua, Stayle gaya dan penampilan Deje
dalam mempengaruhi para tokoh di Pondok serta darah sekitarnya lebih
menaruik dan meyakinkan dibandingkan Mahyeldi –Emzalmi dan timnya. Deje
bisa dikatakan sebagai kandidat yang mewakili orang pasar, pengusaha,
orang perkotaan dan mungkin kelompok borjuis, serta menghargai
keberagaman budaya dan kebebasan. Sebaliknya Mahyeldi Emzalmi serta Mars
(masuk dalam analisa ini), mewakili kelompok surau, sektarian, orang
pinggiran dan mungkin juga diaanggap anti dengan keberagaman dan
kebebasan. Sehingga hanya mampu meraup suara di daerah- daerah pinggiran
serta basis-basis keagamaan. Sebaliknya di daerah perkotaan, wilayah
yang beragam budaya dan keyakinan, serta daerah industry lebih dikuasai
oleh Deje dan bisa juga pemilih pemula.
Ketiga, karena berdasarkan
hasil-hasil survey independen ataupun survey partai, Deje tidak masuk
dalam hitungan calon kuat, walaupun peta bisa berubah karena “kehebatan
Deje” dalam menguasai panggung debat, sehingga tidak menjadi perhatian
bagi tim Mahyeldi-Emzalmi, Michel jadi ataupun Emyu. Sementara Deje dan
timnya juga memanfaatkan peluang itu dengan melakukan pengedosan
basis-basis suara, bahkan juga didapatkan selebaran black campain untuk
Michel-jadi, Emyu dan bahkan Emzalmi. Siapa yang paling mungkin
melakukan black campain dan memainkan serta memanfaatkan peluang
menjelang finis?. Tentu jawaban yang perlu dibuktikan adalah Deje dan
timnya. Lalu apa hubungannya dengan masyarakat Pondok atau para
tokohnya?, hubungan yang paling mungkin adalah hubungan ada uang ada
barang dan tentu juga dengan gambaran peluang-peluang.
Untuk masyarakat
pinggiran saja sulit mencari makan siang gratis dalam masalah politik
(kecuali untuk kader-kader militant bagi partai tertentu), apalagi bagi
pengusaha disekitar pondok. Karena ruas dan buku sudah bertemu, maka
sangat mungkin uang yang tidak berseri bisa mengalir untuk Deje dan
timnya. Setidaknya karena hubungan pertemanan James Heliward sejak usia
remaja dengan kalangan pondok adalah nilai plus baginya bila
dibandingkan Mahyeldi ataupun kandidat lainnya dalam masalah lobi-lobi
politik. Sehingga jadilah Deje sebagai kuda hitam yang tidak
diperhitungkan sebelumnya, tetapi untuk putaran kedua bisa saja jadi
petarung tangguh, karena energy yang dimiliki semakin kuat, sementara
tim Mahyeldi- Emzalmi sudah kehabisan energy dan’kering’ dalam segi
pendanaan.
Analisa ini, sekali lagi sangat mungkin
diperdebatkan kebenarannya baik ditataran elit partai ataupun dalam
lingkaran diskusi ilmiyah. Tetapi untuk tingkat akar rumput sangat
mungkin sudah clear dengan terbacanya hasil pilkada putaran pertama.
Maka untuk putaran kedua jika memang begitu hasil pleno KPU Padang
nantinya dan plus tidak ada gugatan ke MK, maka analisa ini semakin kuat
dan mengkristal sehingga menjadi kenyataan atau bisa berubah karena
adanya sesuatu yang luar biasa yang mempegaruhi peta politik dan suara
untuk satu bulan kedepan.
0 Response to "Mengurai Peta Suara Kandidat Pilkada Kota Padang"
0 Response to "Mengurai Peta Suara Kandidat Pilkada Kota Padang"
Posting Komentar