بسم الله، الحمد لله،
والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Masyarakat Islam bagaikan bangunan kokoh. Usrah (keluarga) bukan
saja sebagai sendi terpenting dalam bangunan tersebut, tetapi juga menjadi
unsur pokok bagi eksistensi umat Islam secara keseluruhan. Oleh sebab itu,
agama Islam memberikan perhatian khusus masalah pembentukan keluarga ini.
Perhatian istimewa terhadap pembentukan usrah tersebut tercermin
dalam beberapa hal, yaitu:
Pertama, Al-Qur’an menjabarkan cukup terinci tentang pembentukan
keluarga ini. Ayat-ayat tentang pembinaan keluarga termasuk paling banyak
jumlahnya dibandingkan dengan ayat-ayat yang menjelaskan masalah lain. Al-Qur’an
menjelaskan tentang keutamaan menikah, perintah menikah, pergaulan suami-istri
, menyusui anak, dan sebagainya.
Kedua, sejak dini As-Sunah telah mengajarkan takwinul usrah
yang shalihah dengan cara memilih calon mempelai yang shalihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Pilihlah tempat untuk menanam benihmu karena sesungguhnya
tabiat seseorang bisa menurun ke anak”
Rasulullah SAW suami teladan
Rasulullah SAW sejak masa remaja sudah terkenal sebagai orang yang bersih
dan berbudi mulia. Ketika beliau menginjak umur 25 tahun menikahi Khadijah
binti Khuwalid. Sejak saat itulah beliau mengarungi kehidupan rumah tangga
bahagia penuh ketenteraman dan ketenangan.
Rasulullah SAW amat menghormati wanita, lebih-lebih istrinya. Beliau
bersabda, “Tidaklah orang yang memuliakan wanita kecuali orang yang mulia
dan tidaklah yang menghinakannya kecuali orang yang hina”. Menghormati istri
adalah kewajiban suami. Al-Qur’an berkali-kali memerintahkan agar menghormati
dan berbuat baik terhadap istri. Kita tidak mendapatkan kata-kata dalam
Al-Qur’an yang mengharuskan untuk berbuat baik dalam mempergauli istri, baik
dalam keadaan marah atau tidak. Kecuali, ditekankan kewajiban berbuat ma’ruf dan
ihsan terhadap istri dan dilarang menyakiti atau menyiksanya.
Perbuatan baik ini tidak terbatas pada perlakuan sopan terhadap istri saja
tapi mencakup ketabahan dan kesabaran ketika menghadapi kemarahan istri
sebagian kasih sayang atas kelemahannya. Rasulullah SAW menyatakan, “Wanita
itu diciptakan dari tulang rusuk, bila kamu luruskan (dengan keras) maka
berarti mematahkannya”. (Al-Hadits)
Rasulullah SAW amat sayang terhadap istri-istrinya. Beliau amat marah bila
mendengar seorang wanita dipukul suaminya. Pernah datang seorang wanita mengadu
kepada Rasulullah SAW bahwa suaminya telah memukulnya. Maka beliau berdiri
seraya menolak perlakuan tersebut dengan bersabda, “Salah seorang dari kamu
memukul istrinya seperti memukul seorang budak, kemudian setelah itu memeluknya
kembali, apakah dia tidak merasa malu?”
Ketika Rasulullah SAW mengizinkan memukul istri dengan pukulan yang tidak
membahayakan, dan setelah diberi nasihat dan ancaman secukupnya. Beliau
didatangi 70 wanita dan mengadu bahwa mereka dipukuli suami. Rasulullah SAW
berpidato seraya berkata, “Demi Allah, telah banyak wanita berdatangan
kepada keluarga Muhammad untuk mengadukan suaminya yang sering memukulnya. Demi
Allah, mereka yang suka memukul istri tidaklah aku dapatkan sebagai orang-orang
yang terbaik di antara kamu sekalian.”
Rasulullah SAW merupakan contoh indah dalam kehidupan rumah tangganya.
Beliau sering bercanda dan bergurau dengan istri-istrinya. Dalam satu riwayat
beliau balapan lari dengan Aisyah, terkadang beliau dikalahkan dan pada hari
lain beliau menang. Beliau senantiasa menegaskan pentingnya bersikap lembut dan
penuh kasih sayang kepada istrinya. Kita banyak menjumpai hadits yang seirama
dengan hadits berikut, “Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling
baik akhlaqnya dan paling lembut pada keluarganya”. Riwayat lain, “Sebaik-baik
di antara kamu adalah yang paling baik pada keluarganya dan aku adalah yang
paling baik terhadap keluargaku”.
Di antara yang menunjukkan keteladanan beliau dalam menghormati istri
adalah menampakkan sikap lembut, penuh kasih sayang, tidak mengkritik hal-hal
yang tak berguna dikritik, memaafkan kekeliruannya, dan memperbaiki
kesalahannya dengan lembut dan sabar Bila ada waktu senggang beliau ikut
membantu istrinya dalam mengerjakan kewajiban rumah tangganya,
Aisyah pernah ditanya tentang apa yang pernah dilakukan Rasulullah SAW di
rumahnya. Beliau menjawab, “Rasulullah mengerjakan tugas-tugas rumah tangga,
dan bila datang waktu shalat dia pergi shalat.”
Rasulullah
SAW memiliki kelapangan dada dan sikap toleran terhadap istrinya. Bila istrinya
salah atau marah, beliau memahami betul jiwa seorang wanita yang sering
emosional dan berontak. Beliau memahami betul bahwa rumah tangga adalah tempat
yang paling layak dijadikan contoh bagi seorang dai, yaitu rumah tangga yang
penuh kecintaan dan kebahagiaan. Kehidupan rumah tangga harus dipenuhi gelak
tawa, kelapangan dada, dan kebahagiaan agar tidak membosankan.
Bila terpaksa harus bertindak tegas, beliau lakukan itu disertai dengan
kelembutan dan kerelaan. Sikap keras dan tegas untuk mengobati keburukan dalam
diri wanita sedangkan kelembutan dan kasih sayang untuk mengobati kelemahan dan
kelembutan dalam dirinya.
Khadijah sebagai istri teladan.
Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita bangsawan Quraisy yang kaya.
Dia
diberi gelar wanita suci di masa jahiliyah, juga di masa Islam. Banyak pembesar
Quraisy berupaya meminangnya, akan tetapi beliau selalu menolak. Beliau pedagang yang
sering menyuruh orang untuk menjualkan barang dagangannya keluar kota Mekkah.
Ketika beliau mendengar kejujuran Muhammad SAW, ia menyuruh pembantunya dan
meminta Muhammad menjualkan barang dagangannya ke Syam bersama budak laki-laki
bernama Maisyarah. Nabi Muhammad menerima permohonan itu dengan mendapatkan
keuntungan besar dalam perjalanan pertama ini.
Setelah mendengar kejujuran dan kebaikan Muhammad, Khadijah tertarik dan
meminta kawannya, Nafisah binti Maniyyah, untuk meminangkan Muhammad. Beliau
menerima pinangan itu dan terjadilah pernikahan ketika beliau menginjak 25 tahun
sedang Khadijah berumur 40 tahun.
Khadijah sebagai ummul mukminin telah menyiapkan rumah tangga yang
nyaman bagi Nabi SAW. Sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya
ketika beliau sering berkhalwat di gua Hira, Khadijah adalah wanita pertama yang
beriman kepadanya ketika Nabi mengajaknya masuk Islam. Khadijah adalah
sebaik-baik wanita yang mendukung Rasulullah SAW dalam melaksanakan dakwahnya
baik dengan jiwa, harta, maupun keluarganya. Perikehidupannya harum semerbak
wangi, penuh kebajikan, dan jiwanya sarat dengan kehalusan.
Rasulullah SAW pernah menyatakan dukungan ini dengan sabdanya, ”Khadijah
beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkanku ketika
orang-orang mendustakanku dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang
tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan
bagiku anak dari selainnya”. (H.R. Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya)
Khadijah amat setia dan taat kepada suaminya, bergaul dengannya, siap
mengorbankan kesenangannya demi kesenangan suaminya dan membesarkan hati
suaminya di kala merasa ketakutan setelah mendapatkan tugas kenabian. Beliau
gunakan jiwa dan semua harta miliknya untuk mendukung Rasul dan kaum Muslimin.
Pantaslah kalau beliau dijadikan sebagai istri teladan pendukung risalah dakwah
Islamiyah.
Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik
kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu sulit, membantunya
dalam menyampaikan risalah, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada
saat jihad, dan menolongnya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW senantiasa menyebut-nyebut kebaikan Khadijah selama hidupnya
sehingga ini pernah membuat Aisyah cemburu kepada Khadijah yang telah tiada.
Dengan ketaatan dan pengorbanan yang luar biasa ini, pantas kalau Allah SWT
menyampaikan salam lewat malaikat Jibril seperti yang pernah diungkapkan
Rasulullah SAW dalam sebuah hadits, “Jibril datang kepada Nabi lalu berkata,
wahai Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah,
makanan dan minuman, apabila datang kepadamu sampaikan salam dari Tuhannya dan
beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di surga, terbuat dari mutiara yang
tiada suara gaduh di dalamnya dan tiada kepenatan.” (H.R Bukhari)
Itulah sekelumit tentang sosok Khadijah sebagai seorang istri yang layak
dijadikan teladan bagi wanita-wanita sekarang dalam mendukung suami melaksanakan
kewajiban dakwah dan menyampaikan risalah Islam .
Ciri-ciri
rumah tangga kader dakwah
1.
Sendi bangunan keluarga kader adalah taqwallah. Taqwa merupakan sendi
yang kuat untuk bangunan usrah Islamiyah. Memilih istri harus sesuai
dengan taujih Rasulullah, yaitu mengutamakan sisi agama.
2.
Kebahagiaan rumah tangga bukanlah berdasarkan atas kesenangan materi saja
tapi kebahagiaan hakiki harus muncul dari dalam jiwa berupa ketaqwaan kepada
Allah SWT. Bila taqwa telah menjadi sendi utama, maka kekurangan material
apapun akan menjadi ringan. Dengan taqwa akan memunculkan tsiqah antara
keduanya sehingga akan melahirkan ketenteraman dan ketenangan. Dengan ketaqwaan,
hubungan antara suami dan istri serta anak-anaknya akan menjadi indah karena
semua akan sadar akan tanggung jawabnya dan hak-haknya.
3.
Rumah yang dibangun untuk keluarga kader seharusnya sederhana, mengutamakan
dharuriyyat (prioritas), mengurangi hal-hal yang tersier, dan tidak ada israf.
4.
Dalam masalah pakaian dan makanan hendaknya menjauhi israf,
mewah-mewahan, tapi justru harus menekankan masalah kesederhanaan, kebersihan,
menghindari yang haram. Rumah tangga kader lebih mengutamakan memperbanyak
sedekah untuk fakir dan miskin. Nasihat pada setiap kader dalam hal makanan
harus selalu halal dan baik, menjauhi yang haram dan yang syubhat
5.
Sekitar anggaran rumah tangga haruslah
menjadi contoh . Dalam hal ini kita harus:
a.
mencari rezki yang halal dan baik serta menjauhi yang haram. Sebab, semua
daging yang lahir dari barang haram maka api neraka lebih berhak untuk
membakarnya.
b.
Perlu ada kesepakatan antara suami dan istri dalam menentukan anggaran
belanja rumah tangga, untuk apa saja penggunaan anggaran tersebut. Yang jelas, pengeluaran tidak boleh melebihi penghasilan
c.
Mencukupkan diri dengan hal-hal yang dharuriyyat
dan menjauhi hal-hal yang sifatnya kamaliyat semampu mungkin.
d.
Memperhatikan hak Allah SWT
seperti menunaikan zakat, menunaikan ibadah haji kalau sudah mampu. Dalam rumah
tangga diutamakan bila mampu menyediakan kotak khusus untuk sedekah. Wallahu
a’lam.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 Response to "Rumah Tangga Sebagai Cermin Kepribadian Muslim"
Posting Komentar